Saat ini mendapatkan album-album musisi Indonesia lama bukanlah perkara mudah. Tidak terdokumentasinya master rekaman dengan baik oleh perusahaan rekaman salah satu alasannya. Lebih ironis lagi adalah, musisi/pencipta lagu yang nota bene membuat album tersebut pun tidak memiliki album yang pernah dihasilkannya. Tragis……. Kalaupun ada yang mendokumentasikanya tentunya hanyalah segelintir kolektor yang menyukai dan menikmati album tertentu yang dihasilkan oleh musisi Indonesia.
Kondisi ini berbeda dengan album musisi asing. Perusahaan rekaman asing, sangat menyadari album yang mereka terbitkan adalah harta karun yang dapat menghasilkan uang bagi mereka dan tentu royalti bagi musisi/penciptanya, sehingga mereka mendokumentasikannya dengan baik dan album yang pernah diterbitkan puluhan tahun lalupun, saat ini masih bisa didapat dengan mudah dalam format yang paling baru baik itu berupa CD remaster maupun DVD audio, padahal pada awal pembuatannya album yang dihasilkan masih dalam format sangat sederhana, yaitu format PH. Sebagai contoh, saat ini kita bisa dengan mudah mendapatkan album-album Robert Johnson, musisi blues kenamaan yang albumnya dibuat pertama kali di tahun 1930-an ataupun album awal Deep Purple, Yardbirds, Yes, King Crimson ataupun Jimi Hendrix yang terbit di tahun 1960an, tentunya dalam format terbaru sekalipun.
Mengoleksi album lama Indonesia bukanlah perkara mudah saat ini, karena sangat sulitnya mendapatkan kaset ataupun PH album tersebut, ambil contoh album-album Sugianto family (Iis Sugianto, Nani, Yayuk), Iis Sugiarti, Duo Gembrot (Jack John dan Tarida Gloria Rambe Mondowiduro alias Ida Teater Koma ), Twin Sister, Mona Sitompul, Yanthi Kosasih, Sandhy Harun, Ivo Nilakresna, Astri Ivo, Braga Stones, God Bless, The Rollies, Giant Step, Benny Soebardja, Kali Kausar, AKA, Leo Kristi, Gank Pegangsaan, Farid & Bani Adam Band, Harry Roesly, Superkid, Deddy Stanzah, Edy Karamoy, Barong, Jack Lesmana, Gombloh, Gembels, Benyamin, Bing Slamet, Nick Mamahit dan ratusan bahkan ribuan album lainnya. Saat ini sangat susah mendapatkan album tersebut, jangankan dalam format terbaru (CD remaster atau DVD Audio) dalam format awalnyapun (PH ataupun kaset) tidak ada. Kalaupun masih berkeinginan mendapatkannya, jalan satu-satunya adalah menelusuri lapak-lapak pedagang kaset loakan.
Nah kini timbul satu pertanyaan, untuk apakah album-album lama yang pernah terbit tersebut dibutuhkan ?
Sebuah album yang dibuat pada satu masa tertentu akan menggambarkan kedaan musik, dan bahkan bisa juga menggambarkan situasi sosial pada masanya. Sebuah album adalah catatan harian perkembangan musik.
Sebagai contoh adalah jika kita memutar album Giant Step, MK-1 ataupun album Guruh Gipsy yang beredar tahun 1970an. Dengan memutar album tersebut, kita akan tahu bahwa pada masa itu progressive rock sudah dirasakan denyutnya dalam peta musik tanah air. Dan hal tersebut, sekaligus menggambarkan pengaruh musik progressive rock dunia yang diusung oleh Yes, King Crimson ataupun Genesis terhadap perkembangan musik Indonesia pada masa itu.
Oleh karena itu, kini sudah saatnya perusahaan rekaman nasional yang ada memikirkan kembali cara-cara terbaik mendokumentasikan album yang telah diterbitkannya, dan tentunya musisi/pencipta yang telah membuat album juga turut mendokumentasikannya dengan baik, setidaknya merekapun memiliki album yang mereka buat, sehingga pekerjaan membuat album yang memerlukan energi, tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit tidak sia-sia dan masih bisa dinikmati oleh generasi sesudahnya. Bravo musik Indonesia.
No comments:
Post a Comment